Daftar Paytren Ustad Yusuf Mansyur

Senin, 31 Desember 2012

Hukum Perayaan Tahun Baru Masehi dalam ISLAM

  1. Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.

a. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Ibadah Orang Kafir
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya.
Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru. Bahkan menjadi satu kesatuan dengan perayaan Natal yang dipercaya secara salah oleh bangsa Eropa sebagai hari lahir nabi Isa.
Walhasil, perayaan malam tahun baru masehi itu adalah perayaan hari besar agama kafir. Maka hukumnya haram dilakukan oleh umat Islam.

b. Perayaan Malam Tahun Baru Menyerupai Orang Kafir
Meski barangkali ada yang berpendapat bahwa perayaan malam tahun tergantung niatnya, namun paling tidak seorang muslim yang merayakan datangnya malam tahun baru itu sudah menyerupai ibadah orang kafir. Dan sekedar menyerupai itu pun sudah haram hukumnya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Siapa yang menyerupai pekerjaan suatu kaum (agama tertentu), maka dia termasuk bagian dari mereka.”

c. Perayaan Malam Tahun Baru Penuh Maksiat
Sulit dipungkiri bahwa kebanyakan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, berzina, tertawa dan hura-hura. Bahkan bergadang semalam suntuk menghabiskan waktu dengan sia-sia. Padahal Allah SWT telah menjadikan malam untuk berisitrahat, bukan untuk melek sepanjang malam, kecuali bila ada anjuran untuk shalat malam.
Maka mengharamkan perayaan malam tahun baru buat umat Islam adalah upaya untuk mencegah dan melindungi umat Islam dari pengaruh buruk yang lazim dikerjakan para ahli maksiat.

d. Perayaan Malam Tahun Baru Adalah Bid’ah
Syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW adalah syariat yang lengkap dan sudah tuntas. Tidak ada lagi yang tertinggal.
Sedangkan fenomena sebagian umat Islam yang mengadakan perayaan malam tahun baru masehi di masjid-masijd dengan melakukan shalat malam berjamaah, tanpa alasan lain kecuali karena datangnya malam tahun baru, adalah sebuah perbuatan bid’ah yang tidak pernah dikerjakan oleh Rasulullah SAW, para shahabat dan salafus shalih.
Maka hukumnya bid’ah bila khusus untuk even malam tahun baru digelar ibadah ritual tertentu, seperti qiyamullail, doa bersama, istighatsah, renungan malam, tafakkur alam, atau ibadah mahdhah lainnya. Karena tidak ada landasan syar’inya.
2. Pendapat yang Menghalalkan
Pendapat yang menghalalkan berangkat dari argumentasi bahwa perayaan malam tahun baru masehi tidak selalu terkait dengan ritual agama tertentu. Semua tergantung niatnya. Kalau diniatkan untuk beribadah atau ikut-ikutan orang kafir, maka hukumnya haram. Tetapi tidak diniatkan mengikuti ritual orang kafir, maka tidak ada larangannya.
Mereka mengambil perbandingan dengan liburnya umat Islam di hari natal. Kenyataannya setiap ada tanggal merah di kalender karena natal, tahun baru, kenaikan Isa, paskah dan sejenisnya, umat Islam pun ikut-ikutan libur kerja dan sekolah. Bahkan bank-bank syariah, sekolah Islam, pesantren, departemen Agama RI dan institusi-institusi keIslaman lainnya juga ikut libur. Apakah liburnya umat Islam karena hari-hari besar kristen itu termasuk ikut merayakan hari besar mereka?
Umumnya kita akan menjawab bahwa hal itu tergantung niatnya. Kalau kita niatkan untuk merayakan, maka hukumnya haram. Tapi kalau tidak diniatkan merayakan, maka hukumnya boleh-boleh saja.
Demikian juga dengan ikutan perayaan malam tahun baru, kalau diniatkan ibadah dan ikut-ikutan tradisi bangsa kafir, maka hukumnya haram. Tapi bila tanpa niat yang demikian, tidak mengapa hukumnya.
Adapun kebiasaan orang-orang merayakan malam tahun baru dengan minum khamar, zina dan serangkaian maksiat, tentu hukumnya haram. Namun bila yang dilakukan bukan maksiat, tentu keharamannya tidak ada. Yang haram adalah maksiatnya, bukan merayakan malam tahun barunya.
Misalnya, umat Islam memanfaatkan even malam tahun baru untuk melakukan hal-hal positif, seperti memberi makan fakir miskin, menyantuni panti asuhan, membersihkan lingkungan dan sebagainya.
Demikianlah ringkasan singkat tentang perbedaan pandangan dari beragam kalangan tentang hukum umat Islam merayakan malam tahun baru.

Hari Raya Umat Islam Hanya ada Dua
Dalam agama Islam, yang namanya hari raya hanya ada dua saja, yaitu hari ‘Idul Fithr dan ‘Idul Adha. Selebihnya, tidak ada pensyariatannya, sehingga sebagai muslim, tidak ada kepentingan apapun untuk merayakan datangnya tahun baru.
Namun ketika harus menjawab, apakah bila ikut merayakannya akan berdosa, tentu jawabannya akan menjadi beragam. Yang jelas haramnya adalah bila mengikuti perayaan agama tertentu. Hukumnya telah disepakati haram. Artinya, seorang muslim diharamkan mengikuti ritual agama selain Islam, termasuk ikut merayakan hari tersebut.
Maka semua bentuk Natal bersama, atau apapun ritual agama lainnya, haram dilakukan oleh umat Islam. Dan larangannya bersifat mutlak, bukan sekedar mengada-ada.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 7 Maret tahun 1981/ 1 Jumadil Awwal 1401 H telah mengeluarkan fatwa haramnya natal bersama yang ditanda-tangani oleh ketuanya KH M. Syukri Ghazali. Salah satu kutipannya adalah:
  • Perayaan Natal di Indonesia meskipun tujuannya merayakan dan menghormati Nabi Isa AS, akan tetapi Natal itu tidak dapat dipisahkan dari soal-soal yang diterangkan di atas.
  • Mengikuti upacara Natal bersama bagi ummat Islam hukumnya haram.
  • Agar ummat Islam tidak terjerumus kepada syubhat dan larangan Allah SWT dianjurkan untuk tidak mengikuti kegitan-kegiatan Natal.
Namun bagaimana dengan perayaan yang tidak terkait unsur agama, melainkan hanya terkait dengan kebiasaan suatu masyarakat atau suatu bangsa?
Sebagian kalangan masih bersikeras untuk mengaitkan perayaan datangnya tahun baru dengan kegiatan bangsa-bangsa non-muslim. Dan meski tidak langsung terkait dengan masalah ritual agama, tetap dianggap haram. Pasalnya, perbuatan itu merupakan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir, meski tidak terkait dengan ritual keagamaan. Mereka mengajukan dalil bahwa Rasulullah SAW melarang tasyabbuh bil kuffar
Dari Ibnu Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang menyerupa suatu kaum, maka dia termasuk di antara mereka. (HR Abu Daud)
Dari Abdullah bin Amr berkata bahwa orang yang mendirikan Nairuz dan Mahrajah di atas tanah orang-orang musyrik serta menyerupai mereka hingga wafat, maka di hari kiamat akan dibangkitkan bersama dengan mereka.
Tasyabbuh di sini bersaifat mutlak, baik terkait hal-hal yang bersifat ritual agama ataupun yang tidak terkait.
Namun sebagian kalangan secara tegas memberikan batasan, yaitu hanya hal-hal yang memang terkait dengan agama saja yang diharamkan buat kita untuk menyerupai. Sedangkan pada hal-hal lain yang tidak terkait dengan ritual agama, maka tidak ada larangan. Misalnya dalam perayaan tahun baru, menurut mereka umumnya orang tidak mengaitkan perayaan tahun baru dengan ritual agama. Di berbagai belahan dunia, orang-orang melakukannya bahkan diiringi dengan pesta dan lainnya.Tetapi bukan di dalam rumah ibadah, juga bukan perayaan agama.
Dengan demikian, pada dasarnya tidak salah bila bangsa itu merayakannya, meski mereka memeluk agama Islam.
Namun lepas dari dua kutub perbedaan pendapat ini, paling tidak buat kita umat Islam yang bukan orang Barat, perlu rasanya kita mengevaluasi dan berkaca diri terhadap perayaan malam tahun baru.
Pertama, biar bagaimana pun perayaan malam tahun baru tidak ada tuntunannya dari Rasulullah SAW. Kalau pun dikerjakan tidak ada pahalanya, bahkan sebagian ulama mengatakannya sebagai bid’ah dan peniruan terhadap orang kafir.
Kedua, tidak ada keuntungan apapun secara moril maupun materil untuk melakukan perayaan itu. Umumnya hanya sekedar latah dan ikut-ikutan, terutama buat kita bangsa timur yang sedang mengalami degradasi pengaruh pola hidup western. Bahkan seringkali malah sekedar pesta yang membuang-buang harta secara percuma
Ketiga, bila perayaan ini selalu dikerjakan akan menjadi sebuah tradisi tersendir, dikhawatirkan pada suatu saat akan dianggap sebagai sebuah kewajiban, bahkan menjadi ritual agama. Padahal perayaan itu hanyalah budaya impor yang bukan asli budaya bangsa kita.
Keempat, karena semua pertimbangan di atas, sebaiknya sebagai muslim kita tidak perlu mentradisikan acara apapun, meski tahajud atau mabit atau sejenisnya secara massal. Kalaulah ingin mengadakan malam pembinaan atau apapun, sebaiknya hindari untuk dilakukan pada malam tahun baru, agar tidak terkesan sebagai bagian dari perayaan. Meski belum tentu menjadi haram hukumnya.

Jalan Tengah Perbedaan Pendapat
Para ulama dengan berbagai latar belakang kehidupan, tentunya punya niat baik, yaitu sebisa mungkin berhati-hati dalam mengeluarkan fatwa, agar umat tidak terperosok ke jurang kemungkaran.
Salah satu bentuk polemik tentang masalah perayaan itu adalah ditetapkannya hari libur atau tanggal merah di hari-hari raya agama lain. Yang jadi perdebatan, apakah bila kita meliburkan kegiatan sekolah atau kantor pada tanggal 25 Desember itu, kita sudah dianggap ikut merayakannya?
Sebagian berpendapat bahwa kalau cuma libur tidak bisa dikatakan sebagai ikut merayakan, lha wong pemerintah memang meliburkan, ya kita ikut libur saja. Tapi niat di dalam hati sama sekali tidak untuk merayakannya.
Namun yang lain menolak, kalau pada tanggal 25 Desember itu umat Islam pakai acara ikut-ikutan libur, suka tidak suka, sama saja mereka termasuk ikut merayakan hari raya agama lain. Maka sebagian madrasah dan pesantren memutuskan bahwa pada tanggal itu tidak libur. Pelajaran tetap berlangsung seperti biasa.
Sekarang begitu juga, ketika pada tanggal 1 Januari ditetapkan oleh Pemerintah sebagai hari libur nasional, muncul juga perbedaan pendapat. Bolehkah umat Islam ikut libur di tahun baru? Apakah kalau ikut libur berarti termasuk ikut merayakan hari besar agama lain?
Lalu muncul lagi alternatif, dari pada libur diisi dengan acarahura-hura, mengapa tidak diisi saja dengan kegiatan keagamaan yang bermanfaat, seperti melakukan pengajian, dzikir atau bahkan qiyamullail. Anggap saja memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Dan hasilnya sudah bisa diduga dengan pasti, yaituakan ada kalangan yang menolak mentah-mentah kebolehannya. Mereka mengatakan bahwa pengajian, dzikir atau qiyamullaih di malam tahun baru adalah bid’ah yang diada-adakan, tidak ada contoh dari sunnah Rasulullah SAW.
Lebih parah lagi, ada yang bahkan lebih ektrem sampai mengatakan kalau malam tahun baru kita mengadakan pengajian, dzikir, atau qiyamullail, bukan sekedar bid’ah tetapi sudah sesat dan masuk neraka. Wah…
Jadi semua itu nanti akan kembali kepada paradigma kita dalam memandang, apakah kita akan menjadi orang yang sangat mutasyaddid, mutadhayyiq, ketat dan terlalu waspada? Ataukah kita akan menjadi mutasahil, muwassi’, longgar dan tidak terlalu meributkan?
Kedua aliran ini akan terus ada sepanjang zaman, sebagaimana dahulu di masa shahabat kita juga mengenal dua karakter ini. Yang mutasyaddid diwakili oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu dan beberapa shahabat lain, sedang yang muwassa’ diwakili oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu dan lainnya.
Adakah Jalan Tengah?
Insya Allah, ada jalan tengah yang sekiranya bisa kita pertimbangkan. Misalnya, kalau dasarnya memang tidak ada budaya atau kebiasaan untuk bertahun baru dengan kegiatan semacam pengajian dan sejenisnya, sebaiknya memang tidak usah digagas sejak dari semula. Biar tidak menjadi bid’ah baru.
Akan tetapi kalau kita berada pada masyarakat yang sudah harga mati untuk merayakan tahun baru, suka tidak suka tetap harus ada kegiatan, mungkin akan lain lagi ceritanya. Tugas kita saat itu mungkin boleh saja sedikit berdiplomasi. Misalnya, tidak ada salahnya kalaukitamengusulkan agar acaranya dibuat yang positif seperti pengajian.
Dari pada kegiatannya dangdutan, begadang semalam suntuk atau konser musik, kan lebih baik kalau digelar saja dalam bentuk pengajian. Anggaplah sebagai proses menuju kepada pemahaman Islam yang lebih baik nantinya, tetapi dengan cara perlahan-lahan.
Kalau kita tidak bisa menghilangkan budaya yang sudah terlanjur mengakar dengan sekali tebang, maka setidaknya arahnya yang dibenarkan secara perlahan-lahan. Kira-kira ide dasarnya demikian.
Tetapi yang kami sebut sebagai jalan tengah ini bukan berarti harga mati. Ini cuma sebuah pandangan, yang mungkin benar dan mungkin juga tidak. Namanya saja sekedar pendapat. Tetap saja menyisakan ruang untuk berbeda pendapat. Dan mungkin suatu ketika kami koreksi ulang.

sumber:http://fimadani.com/

Kamis, 13 Desember 2012

Misteri Pembuatan Piramida dalam Al Qur'an

Dalam al Qur’an dikisahkan pada satu ketika Firaun memerintahkan salah seorang pembesarnya (Haman) untuk membangun sebuah bangunan yang tinggi , agar ia dapat naik kebangunan itu untuk melihat tuhannya Musa. Hal tersebut disebutkan dalam surat al Qoshos ayat 38 :

Dan berkata Fir’aun: “Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah hai Haman untukku tanah liat kemudian buatkanlah untukku bangunan yang tinggi supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa dia termasuk orang-orang pendusta.”  (Al Qoshos 38)
Bangunan apa yang dibuat Haman dari tanah liat itu? Tidak banyak kitab tafsir yang menyebutkannya. Dari jurnal ilmiah yang diterbitkan koran Amerika Times edisi 1 Desember 2006,  diketahui ternyata bangunan tinggi yang dibangun dengan tanah liat tersebut  adalah Pyramida yang sampai sekarang masih dapat kita saksikan berdiri megah di negara Mesir.
Ikuti penjelasannya pada artikel berikut ini yang kami kutip dari situs –lakalaka.blogspot.com
 Al Qur’an menjawab teka teki dibalik pembangunan Pyramida
Bissmillah..  Sejak lama para ilmuwan bingung bagaimana cara sebuah piramida dibangun. Hal ini karena teknologi mengangkat batu-batu besar yang bisa mencapai ribuan kilogram ke puncak-puncak bangunan belum ditemukan di zamannya. Apa rahasia di balik pembangunan piramida ini?
Koran Amerika Times edisi 1 Desember 2006, menerbitkan berita ilmiah yang mengkonfirmasi bahwa Firaun menggunakan tanah liat untuk membangun piramida! Menurut penelitian tersebut disebutkan bahwa batu yang digunakan untuk membuat piramida adalah tanah liat yang dipanaskan hingga membentuk batu keras yang sulit dibedakan dengan batu aslinya.

Para ilmuwan mengatakan bahwa Firaun mahir dalam ilmu kimia dalam mengelola tanah liat hingga menjadi batu. Dan teknik tersebut menjadi hal yang sangat rahasia jika dilihat dari kodifikasi nomor di batu yang mereka tinggalkan.
Profesor Gilles Hug, dan Michel Profesor Barsoum menegaskan bahwa Piramida yang paling besar di Giza, terbuat dari dua jenis batu: batu alam dan batu-batu yang dibuat secara manual alias olahan tanah liat.
Dan dalam penelitian yang dipublikasikan oleh majalah “Journal of American Ceramic Society” menegaskan bahwa Firaun menggunakan jenis tanah slurry untuk membangun monumen yang tinggi, termasuk piramida. Karena tidak mungkin bagi seseorang untuk mengangkat batu berat ribuan kilogram. Sementara untuk dasarnya, Firaun menggunakan batu alam.
Lumpur tersebut merupakan campuran lumpur kapur di tungku perapian yang dipanaskan dengan uap air garam dan berhasil membuat uap air sehingga membentuk campuran tanah liat. Kemudian olahan itu dituangkan dalam tempat yang disediakan di dinding piramida. Singkatnya lumpur yang sudah diolah menurut ukuran yang diinginkan tersebut dibakar, lalu diletakkan di tempat yang sudah disediakan di dinding piramid.
Profesor Davidovits telah mengambil batu piramida yang terbesar untuk dilakukan analisis dengan menggunakan mikroskop elektron terhadap batu tersebut dan menemukan jejak reaksi cepat yang menegaskan bahwa batu terbuat dari lumpur. Selama ini, tanpa penggunaan mikroskop elektron, ahli geologi belum mampu membedakan antara batu alam dan batu buatan.
Dengan metode pembuatan batu besar melalui cara ini, sang profesor membutuhkan waktu sepuluh hari hingga mirip dengan batu aslinya.
Sebelumnya, seorang ilmuwan Belgia, Guy Demortier, telah bertahun-tahun mencari jawaban dari rahasia di balik pembuatan batu besar di puncak-puncak piramida. Ia pun berkata, “Setelah bertahun-tahun melakukan riset dan studi, sekarang saya baru yakin bahwa piramida yang terletak di Mesir dibuat dengan menggunakan tanah liat.”
Penemuan oleh Profesor Prancis Joseph Davidovits soal batu-batu piramida yang ternyata terbuat dari olahan lumpur ini memakan waktu sekitar dua puluh tahun. Sebuah penelitian yang lama tentang piramida Bosnia, “Piramida Matahari” dan menjelaskan bahwa batu-batunya terbuat dari tanah liat! Ini menegaskan bahwa metode ini tersebar luas di masa lalu. (Gambar dari batu piramida).
Sebuah gambar yang digunakan dalam casting batu-batu kuno piramida matahari mengalir di Bosnia, dan kebenaran ilmiah mengatakan bahwa sangat jelas bahwa metode tertentu pada pengecoran batu berasal dari tanah liat telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu dalam peradaban yang berbeda baik Rumania atau Firaun!
Alquran Ternyata Lebih Dulu Punya Jawaban
Jika dipahami lebih dalam, ternyata Alquran telah mengungkapkan hal ini 1400 tahun sebelem mereka mengungkapkannya, perhatikan sebuah ayat dalam Al Quran berikut ini:
Dan berkata Fir’aun: ‘Hai pembesar kaumku, aku tidak mengetahui Tuhan bagimu selain aku. Maka bakarlah Hai Haman untukku TANAH LIAT kemudian buatkanlah untukku BANGUNAN YANG TINGGI supaya aku dapat naik melihat Tuhan Musa, dan Sesungguhnya aku benar-benar yakin bahwa Dia Termasuk orang-orang pendusta.” (Al-Qashash:38)
Subhanallah! bukti menakjubkan yang menunjukkan bahwa bangunan bangunan raksasa, patung-patung raksasa dan tiang-tiang yang ditemukan dalam peradaban tinggi saat itu, juga dibangun dari tanah liat! Al-Quran adalah kitab pertama yang mengungkapkan rahasia bangunan piramida, bukan para Ilmuwan Amerika dan Perancis.
 
Kita tahu bahwa Nabi saw tidak pergi ke Mesir dan tidak pernah melihat piramida, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentangnya. Kisah Firaun, terjadi sebelum masa Nabi saw ribuan tahun yang lalu, dan tidak ada satupun di muka bumi ini pada waktu itu yang mengetahui tentang rahasia piramida. Sebelum ini, para ilmuwan tidak yakin bahwa Firaun menggunakan tanah liat dan panas untuk membangun monumen tinggi kecuali beberapa tahun belakangan ini.
Ajaib, 1400 tahun yang lampau, Nabi Muhammad saw, berbilang tahun setelah Berakhirnya dinasti Firaun memberitahukan bahwa Firaun membangun monumen yang kelak dinamakan Piramid menggunakan TANAH LIAT
Kenyataan ini sangat jelas dan kuat membuktikan bahwa nabi Muhammad saw tidaklah berbicara sesuai hawa nafsunya saja melainkan petunjuk dari Allah yang menciptakan Firaun dan menenggelamkannya, dan Dia pula yang menyelamatkan nabi Musa … Dan Dia pula yang memberitahukan kepada Nabi terakhir-Nya akan hakikat ilmiah ini, dan ayat ini menjadi saksi kebenaran kenabiannya dikemudian hari!!
Subhanallah! Sungguh suatu hal yang hanya dapat dipahami oleh orang orang yang bukan sekedar berakal, tetapi juga mempergunakan akalnya.
Sumber : situs-lakalaka.blogspot.com

Senin, 10 Desember 2012

Fitnah Dajal

Dajjal acap menjadi topik seru yang dibicarakan banyak orang. Perkaranya pun kian hangat dengan munculnya orang-orang yang mengaku atau dianggap orang lain sebagai Dajjal, seperti yang dialamatkan pada Sri Sathya Sai Baba, seorang begawan dari India. Benarkah dia Dajjal?1
Jika ditinjau dari sisi bahasa, makna Dajjal adalah sangat tepat untuknya, karena Dajjal berarti banyak berdusta dan menipu. Siapa pun yang banyak berdusta dan menipu, ada pengikutnya ataupun tidak, maka dia adalah Dajjal. Demikianlah yang diistilahkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka. Beliau menjelaskan hal ini dalam banyak hadits seperti yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu dalam dua tempat (no. 3340 dalam Kitabul Manaqib dan no. 6588 dalam Kitab Al-Fitan) dan Muslim rahimahullahu dalam dua tempat (no. 8 dalam Muqaddimah dan no. 5205 dalam Kitab Al-Fitan Wa Asyrathis Sa’ah) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَقْتَتِلَ فِئَتَانِ عَظِيْمَتَانِ يَكُوْنُ بَيْنَهُمَا مَقْتَلَةٌ عَظِيْمَةٌ دَعْوَتُهُمَا وَاحِدَةٌ وَحَتَّى يُبْعَثَ دَجَّالُوْنَ كَذَّابُوْنَ قَرِيْبٌ مِنْ ثَلاَثِيْنَ كُلُّهُمْ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَسُوْلُ اللهِ وَحَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلاَزِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ وَحَتَّى يَكْثُرَ فِيْكُمُ الْمَالُ فَيَفِيْضَ حَتَّى يُهِمَّ رَبَّ الْمَالِ مَنْ يَقْبَلُ صَدَقَتَهُ وَحَتَّى يَعْرِضَهُ عَلَيْهِ فَيَقُوْلَ الَّذِي يَعْرِضُهُ عَلَيْهِ: لاَ أَرَبَ لِي بِهِ؛ وَحَتَّى يَتَطَاوَلَ النَّاسُ فِي الْبُنْيَانِ وَحَتَّى يَمُرَّ الرَّجُلُ بِقَبْرِ الرَّجُلِ فَيَقُوْلُ: يَا لَيْتَنِي مَكَانَهُ؛ وَحَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا فَإِذَا طَلَعَتْ وَرَآهَا النَّاسُ يَعْنِي آمَنُوا أَجْمَعُوْنَ فَذَلِكَ حِيْنَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيْمَانِهَا خَيْرًا

Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga dua kelompok besar saling berperang dan banyak terbunuh di antara dua kelompok tersebut, yang seruan mereka adalah satu. Dan hingga dibangkitkannya para Dajjal lagi pendusta hampir 30 orang, semuanya mengaku bahwa dirinya Rasulullah, dicabutnya ilmu, banyak terjadi gempa, zaman berdekatan, fitnah menjadi muncul, banyak terjadi pembunuhan, berlimpah ruahnya harta di tengah kalian sehingga para pemilik harta bingung terhadap orang yang akan menerima shadaqahnya. Sampai dia berusaha menawarkannya kepada seseorang namun orang tersebut berkata: ‘Saya tidak membutuhkannya’; orang berlomba-lomba dalam meninggikan bangunan. Ketika seseorang lewat pada sebuah kuburan dia berkata: ‘Aduhai jika saya berada di sana’; terbitnya matahari dari sebelah barat dan apabila terbit dari sebelah barat di saat orang-orang melihatnya, mereka beriman seluruhnya (maka itulah waktu yang tidak bermanfaat keimanan bagi setiap orang yang sebelumnya dia tidak beriman atau dia tidak berbuat kebaikan dengan keimanannya).”
Dari keterangan di atas jelaslah bahwa kata Dajjal sering dipakai untuk menamai seseorang yang banyak berdusta dan banyak menipu umat. Para dedengkot kesesatan yang memproklamirkan diri sebagai nabi setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para Dajjal. Dan bila disebutkan Dajjal secara mutlak (tanpa keterangan tambahan, red.) maka tidak ada yang tergambar dalam benak setiap orang melainkan Ad-Dajjal Al-Akbar (yang terbesar), yang akan muncul di akhir zaman sebagai tanda dekatnya hari kiamat dengan sifat-sifat yang sudah jelas sebagaimana dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Mengimani Munculnya Dajjal Al-Akbar
Tidak ada keraguan bagi orang yang beriman terhadap segala berita yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, masuk akal ataupun tidak. Karena mereka meyakini bahwa segala yang diberitakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sepanjang riwayatnya shahih, merupakan berita wahyu dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan segala perkara yang disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terkait dengan Dajjal –seperti sifat-sifatnya, kejadian-kejadian luar biasa yang diperbuatnya, masa tinggalnya di atas dunia, para pengikutnya, tempat turunnya, siapa yang akan membunuhnya dan sebagainya– bagi orang yang beriman bukanlah sebuah khurafat dan tahayul yang menjajah akal serta hati mereka. Bukan pula sebuah keanehan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadikan keluarbiasaan pada diri Dajjal. Dan ini tidak akan mengurangi kemuliaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sedikitpun. Mereka menjadikan segala yang terkait dengan Dajjal sebagai perkara yang akan menambah dan mengokohkan keimanan mereka terhadap kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala serta kebenaran berita Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka akan menjadikan segala yang terkait dengan Dajjal sebagai ujian yang datang dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menambah kebajikan mereka di atas kebajikan. Tidak ada ucapan yang keluar dari orang-orang yang beriman melainkan:
آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِنْ عِنْدِ رَبِّنَا “Kami beriman kepadanya, semuanya itu dari sisi Rabb kami.” (Ali ‘Imran: 7)
سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا “Kami mendengar dan kami patuh.” (Al-Baqarah: 285)

Dajjal sebagai Tanda Hari Kiamat
Munculnya Dajjal merupakan salah satu tanda hari kiamat kubra (tanda-tanda yang besar). Artinya, tanda-tanda yang muncul mendekati hari kiamat dan bukan tanda yang biasa terjadi. Seperti munculnya Dajjal, turunnya ‘Isa, munculnya Ya’juj dan Ma’juj, serta terbitnya matahari dari sebelah barat. (Lihat At-Tadzkirah karya Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullahu hal. 264, Fathul Bari 13/485, dan Ikmal Mu’allim Syarah Shahih Muslim, 1/70)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberitakan akan munculnya Dajjal di dalam banyak hadits. Di antaranya yang diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu (no. 5228) dari An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu:

ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدَّجَّالَ ذَاتَ غَدَاةٍ فَخَفَّضَ فِيْهِ وَرَفَّعَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ فَلَمَّا رُحْنَا إِلَيْهِ عَرَفَ ذَلِكَ فِيْنَا. فَقَالَ: مَا شَأْنُكُمْ؟ قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ ذَكَرْتَ الدَّجَّالَ غَدَاةً فَخَفَّضْتَ فِيْهِ وَرَفَّعْتَ حَتَّى ظَنَنَّاهُ فِي طَائِفَةِ النَّخْلِ. فَقَالَ: غَيْرُ الدَّجَّالِ أَخْوَفُنِي عَلَيْكُمْ، إِنْ يَخْرُجْ وَأَنَا فِيْكُمْ فَأَنَا حَجِيْجُهُ دُوْنَكُمْ، وَإِنْ يَخْرُجْ وَلَسْتُ فِيْكُمْ فَامْرُؤٌ حَجِيْجُ نَفْسِهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkisah tentang Dajjal pada pagi hari dan beliau mengangkat dan merendahkan suaranya seakan-akan kami menyangka dia (Dajjal) berada di sebagian pohon korma. Lalu kami berpaling dari sisi Rasulullah. Kemudian kami kembali kepada beliau dan beliau mengetahui hal ini, lalu beliau berkata: ‘Ada apa dengan kalian?’ Kami berkata: ‘Ya Rasulullah, engkau bercerita tentang Dajjal pada pagi hari dan engkau mengangkat serta merendahkan suara, sehingga kami menyangka bahwa dia berada di antara pepohonan korma.’ Rasulullah lantas bersabda: ‘Bukan Dajjal yang aku khawatirkan atas kalian. Dan jika dia keluar dan aku berada di tengah kalian maka akulah yang akan menyelesaikan urusannya. Dan jika dia keluar dan aku tidak berada di tengah kalian, maka setiap orang menyelesaikan urusannya masing-masing’.

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullahu dalam Kitabul Fitan (no. 4045) dari Hudzaifah bin Usaid Abu Suraihah radhiyallahu ‘anhu:

كُنَّا قُعُوْدًا نَتَحَدَّثُ فِي ظِلِّ غُرْفَةٍ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرْنَا السَّاعَةَ فَارْتَفَعَتْ أَصْوَاتُنَا فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَنْ تَكُوْنَ – أَوْ لَنْ تَقُوْمَ – السَّاعَةُ حَتَّى يَكُوْنَ قَبْلَهَا عَشْرُ آيَاتٍ طُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا وَخُرُوْجُ الدَّابَّةِ وَخُرُوْجُ يَأْجُوْجَ وَمَأْجُوْجَ وَالدَّجَّالُ وَعِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ وَالدُّخَانُ وَثَلاَثَةُ خُسُوْفٍ خَسْفٌ بِالْمَغْرِبِ وَخَسْفٌ بِالْمَشْرِقِ وَخَسْفٌ بِجَزِيْرَةِ الْعَرَبِ وَآخِرُ ذَلِكَ تَخْرُجُ نَارٌ مِنْ الْيَمَنِ مِنْ قَعْرِ عَدَنٍ تَسُوْقُ النَّاسَ إِلَى الْمَحْشَرِ

“Kami sedang duduk-duduk berbincang di bayang-bayang salah satu kamar Rasulullah. Kami berbincang tentang hari kiamat, dan suara kami pun menjadi meninggi. Lalu beliau bersabda: ‘Tidak akan terjadi hari kiamat sehingga muncul sepuluh tanda; yaitu terbitnya matahari dari sebelah barat, munculnya Dajjal, munculnya asap, keluarnya binatang, munculnya Ya’juj dan Ma’juj, turunnya Isa putra Maryam, dan tiga khusuf (terbenam ke dalam bumi), satu di timur, satu di barat dan satu di Jazirah Arab, dan api yang keluar dari arah Yaman dari dataran terendah ‘Adn yang menggiring manusia ke tempat mahsyar’.

Berita tentang munculnya Dajjal dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang wajib diimani dengan sifat-sifat yang telah disebutkan dengan terang dan jelas yang tidak butuh penakwilan apapun, di antaranya:
1. Dia dari Bani Adam
2. Laki-laki
3. Pemuda
4. Pendek
5. Berkulit merah
6. Keriting rambutnya
7. Dahinya lebar
8. Lehernya lebar
9. Matanya buta sebelah kanan
10.Tertulis di antara dua matanya ك ف ر (yang bermakna kafir)
11.Tidak berketurunan
12.Pada matanya sebelah kiri terdapat daging tumbuh.
Sifat-sifat di atas disebutkan di dalam banyak hadits baik dalam Ash-Shahihain (Al-Bukhari dan Muslim) atau selain keduanya.

Dajjal adalah dari Bani Adam, Bukan Lambang Kejahatan dan Kerusakan
Termasuk benarnya keimanan seorang hamba kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya yaitu mengimani bahwa Dajjal adalah dari Bani Adam, dan bukan sebuah lambang kejahatan dan lambang khurafat, seperti yang telah dikatakan oleh Muhammad Abduh dalam kitab tafsirnya Al-Manar (3/317), lalu diikuti oleh Abu ‘Ubayyah yang mengatakan bahwa Dajjal adalah sebuah lambang dari kejahatan dan bukan salah seorang Bani Adam. (Asyrathus Sa’ah, hal. 316)

Penakwilan ini termasuk sikap memalingkan makna lahiriah (tekstual) nash-nash.

Asal Dajjal dari Bani Adam telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam banyak hadits. Dari penjelasan nash tersebut tidaklah masuk akal bila dimaknakan kepada sebuah lambang. Coba perhatikan hadits di bawah ini yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari rahimahullahu (no. 6484) dan Al-Imam Muslim rahimahullahu (no. 246) dari sahabat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:

ذَكَرَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا بَيْنَ ظَهْرَانَيِ النَّاسِ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ، فَقَالَ: إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى لَيْسَ بِأَعْوَرَ أَلاَ إِنَّ الْمَسِيْحَ الدَّجَّالَ أَعْوَرُ عَيْنِ الْيُمْنَى كَأَنَّ عَيْنَهُ عِنَبَةٌ طَافِيَةٌ. قَالَ: وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَرَانِي اللَّيْلَةَ فِي الْمَنَامِ عِنْدَ الْكَعْبَةِ فَإِذَا رَجُلٌ آدَمُ كَأَحْسَنِ مَا تَرَى مِنْ أُدْمِ الرِّجَالِ تَضْرِبُ لِمَّتُهُ بَيْنَ مَنْكِبَيْهِ، رَجِلُ الشَّعْرِ يَقْطُرُ رَأْسُهُ مَاءً، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلَيْنِ وَهُوَ بَيْنَهُمَا يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ فَقَالُوا: الْمَسِيْحُ ابْنُ مَرْيَمَ. وَرَأَيْتُ وَرَاءَهُ رَجُلاً جَعْدًا قَطَطًا أَعْوَرَ عَيْنِ الْيُمْنَى كَأَشْبَهِ مَنْ رَأَيْتُ مِنْ النَّاسِ بِابْنِ قَطَنٍ، وَاضِعًا يَدَيْهِ عَلَى مَنْكِبَيْ رَجُلَيْنِ يَطُوْفُ بِالْبَيْتِ. فَقُلْتُ: مَنْ هَذَا؟ قَالُوا: هَذَا الْمَسِيْحُ الدَّجَّالُ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan pada suatu hari di tengah keramaian tentang Al-Masih Ad-Dajjal. Beliau berkata: “Sesungguhnya Allah tidak buta sebelah, dan ketahuilah Al-Masih Ad-Dajjal adalah buta mata sebelah kanannya, seperti buah anggur yang menonjol.” Ibnu ‘Umar berkata: “Rasulullah bersabda: ‘Diperlihatkan dalam mimpiku pada suatu malam ketika aku berada di Ka’bah, kemunculan secara tiba-tiba seseorang dari Bani Adam yang terlihat sangat bagus, berkulit sawo matang dari Bani Adam, rambutnya tersisir di antara kedua pundaknya, dalam keadaan meletakkan kedua tangannya di atas dua pundak dua lelaki dan dia melaksanakan thawaf di antara keduanya aku berkata: ‘Siapa ini?’ Mereka berkata: ‘Al-Masih bin Maryam.’ Dan aku melihat di belakangnya ada seseorang yang sangat keriting rambutnya dan buta matanya sebelah kanan dan serupa dengan Ibnu Qathan. Dia meletakkan tangannya di atas pundak dua laki-laki dan thawaf di Ka’bah. Lalu aku berkata: ‘Siapa ini?’ Mereka menjawab: ‘Ini adalah Al-Masih Ad-Dajjal’.”

Kenapa Tidak Disebutkan Dajjal Di dalam Al-Qur`an dengan Jelas Sebagaimana dalam Hadits-hadits?
Mungkin orang-orang akan bertanya kenapa tidak disebutkan di dalam Al-Qur`an dengan jelas tentang Dajjal sebagaimana disebutkan di dalam hadits-hadits? Padahal perkara Dajjal tidaklah jauh lebih besar dari perkara Ya’juj dan Ma’juj, sementara urusan Ya’juj dan Ma’juj disebutkan di dalam Al-Qur`an?
Telah disebutkan alasannya oleh para ulama dalam banyak pendapat. Di antaranya:

1. Penyebutan Dajjal di dalam Al-Qur`an termasuk dalam kandungan ayat:

هَلْ يَنْظُرُوْنَ إِلاَّ أَنْ تَأْتِيَهُمُ الْمَلاَئِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ يَوْمَ يَأْتِي بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ لاَ يَنْفَعُ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ أَوْ كَسَبَتْ فِي إِيْمَانِهَا خَيْرًا قُلِ انْتَظِرُوا إِنَّا مُنْتَظِرُوْنَ

Yang mereka nanti-nanti tidak lain hanyalah kedatangan malaikat kepada mereka (untuk mencabut nyawa mereka) atau kedatangan (siksa) Rabbmu atau kedatangan beberapa ayat Rabbmu. Pada hari datangnya ayat dari Rabbmu, tidaklah bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya. Katakanlah: ‘Tunggulah olehmu, sesungguhnya kamipun menunggu (pula)’.” (Al-An’am: 158)

Yang dimaksud dengan ‘tanda-tanda Rabbmu’ dalam ayat ini adalah munculnya Dajjal, terbitnya matahari dari 
sebelah barat, dan munculnya daabbah (binatang). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan di dalam sebuah sabdanya:

ثَلاَثَةٌ إِذَا خَرَجْنَ لَمْ يَنْفَعْ نَفْسًا إِيْمَانُهَا لَمْ تَكُنْ آمَنَتْ مِنْ قَبْلُ: الدَّجَّالُ وَالدَّابَّةُ وَطُلُوْعُ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا

Tiga hal apabila telah muncul (terjadi) maka tiada bermanfaat lagi sebuah keimanan bagi seorang jiwa yang belum beriman (sebelumnya): Dajjal, daabbah, dan terbitnya matahari dari arah barat.”

2. Al-Qur`an menyebutkan akan turunnya Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan dialah yang akan membunuh Dajjal. Maka dengan menyebutkan Masihil Huda (Nabi ‘Isa ‘alaihissalam) sudah cukup dari penyebutan Masihidh Dhalal (Dajjal). Dan kebiasaan orang Arab adalah mencukupkan diri dengan menyebutkan salah satu yang berlawanan.

3. Bahwa munculnya Dajjal disebutkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ
Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Al-Mu`min: 57)
Yang dimaksud kata “manusia” di dalam ayat ini adalah Dajjal. Dalam istilah kaidah bahasa termasuk dalam bab penyebutan secara umum sedangkan yang dimaksud adalah khusus, yaitu Dajjal. Abu ‘Aliyah berkata: “Artinya lebih besar dari penciptaan Dajjal yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi.” (Tafsir Al-Qurthubi, 15/325)
Dan Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Ini, kalau memang benar, adalah sebaik-baik jawaban. Dan ini termasuk perkara-perkara yang ditugaskan kepada Rasul-Nya untuk dijelaskan. Dan ilmunya ada di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Fathul Bari, 13/92)

4. Al-Qur`an tidak menyebutkan Dajjal sebagai bentuk penghinaan terhadapnya. Di mana dia menobatkan dirinya sebagai Tuhan, padahal dia adalah manusia. Tentu sikapnya ini menafikan kemahaagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kemahasempurnaan-Nya serta kesucian-Nya dari sifat-sifat kekurangan. Oleh karena itu, urusan Dajjal di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah sangat hina dan kecil untuk disebutkan.
Jika demikian, mengapa tentang Fir’aun yang mengaku sebagai Tuhan disebutkan di dalam Al-Qur`an? Jawabannya adalah: “Perkara Fir’aun telah selesai dan habis masanya, dan disebutkan sebagai peringatan bagi manusia. Adapun urusan Dajjal, akan muncul di akhir zaman sebagai ujian bagi manusia.”
Dan terkadang, sesuatu itu tidak disebutkan karena jelas dan nyata perkaranya.
Inilah beberapa pendapat dari jawaban dan alasan ulama tentang mengapa tidak disebutkan permasalahan Dajjal di dalam Al-Qur`an. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar bila muncul, karenanya Ibnu Hajar rahimahullahu menjelaskan: “Pertanyaan tentang tidak disebutkannya Dajjal di dalam Al-Qur`an akan terus muncul. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan perkara Ya`juj dan Ma`juj, sementara fitnah mereka sama dengan fitnahnya Dajjal.” (Fathul Bari, 13/91-92)
Pengarang kitab Asyrathus Sa’ah menguatkan pendapat yang pertama yaitu Dajjal telah disebutkan di dalam Al-Qur`an sebagaimana kandungan ayat dalam surat Al-An’am di atas secara global, dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam diamanatkan untuk menjelaskannya (secara rinci). (Asyrathus Sa’ah, hal. 333)

Fitnah Dajjal
Tidak ada yang mengingkari bahwa fitnah Dajjal adalah fitnah besar sepanjang perjalanan hidup Bani Adam di atas dunia ini sampai pada hari kiamat. Hal ini disebabkan berbagai bentuk keanehan yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang bisa diperbuat oleh Dajjal tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam banyak riwayat. Dua fitnah yang sesungguhnya diusung oleh Dajjal untuk merekrut pengikut itulah fitnah syahwat dan fitnah syubuhat. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa fitnah besar Dajjal terhadap umat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

1. Bersama Dajjal ada surga dan neraka

Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya (no. 2934) dari sahabat Hudzaifah bin Al-Yaman radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الدَّجَّالُ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُسْرَى جُفَالُ الشَّعَرِ مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَجَنَّتُهُ نَارٌ


Dajjal adalah buta sebelah kiri, sangat keriting rambutnya, dan bersamanya surga dan neraka. Namun nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka.

2. Bersamanya ada sungai-sungai yang penuh air

Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu (no. 2934) dari shahabat Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu berkata Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَأَنَا أَعْلَمُ بِمَا مَعَ الدَّجَّالِ، مِنْهُ مَعَهُ نَهْرَانِ يَجْرِيَانِ أَحَدُهُمَا رَأْيَ الْعَيْنِ مَاءٌ أَبْيَضُ وَاْلآخَرُ رَأْيَ الْعَيْنِ نَارٌ تَأَجَّجُ فَإِمَّا أَدْرَكَنَّ أَحَدٌ فَلْيَأْتِ النَّهْرَ الَّذِي يَرَاهُ نَارًا وَلْيُغَمِّضْ ثُمَّ لْيُطَأْطِئْ رَأْسَهُ فَيَشْرَبَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مَاءٌ بَارِدٌ، وَإِنَّ الدَّجَّالَ مَمْسُوْحُ الْعَيْنِ عَلَيْهَا ظَفَرَةٌ غَلِيْظَةٌ مَكْتُوْبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ يَقْرَؤُهُ كُلُّ مُؤْمِنٍ كَاتِبٍ وَغَيْرِ كَاتِبٍ

Sesungguhnya aku mengetahui apa yang menyertai Dajjal. Yaitu, bersamanya ada dua sungai yang mengalir. Dengan penglihatan mata, salah satunya adalah air yang putih dan yang lain api yang berkobar. Maka barangsiapa menjumpai yang demikian hendaklah dia mendatangi sungai yang dia lihat sebagai api dan pejamkan matanya kemudian tundukkan kepalanya dan minumlah darinya, karena sesungguhnya itu adalah air yang dingin. Sesungguhnya Dajjal buta dan pada matanya ada daging tumbuh yang tebal serta tertulis di antara dua matanya kafir, yang akan dibaca oleh setiap orang yang beriman baik yang bisa menulis atau tidak.”

3. Memerintahkan langit untuk menurunkan hujan dan bumi menumbuhkan tanamannya
Hal ini dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dalam riwayat Al-Imam Muslim rahimahullahu dalam Shahih beliau (no. 2937) dari sahabat An-Nawwas bin Sam’an radhiyallahu ‘anhu:

قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ وَمَا لَبْثُهُ فِي اْلأَرْضِ؟ قَالَ:أَرْبَعُوْنَ يَوْمًا يَوْمٌ كَسَنَةٍ وَيَوْمٌ كَشَهْرٍ وَيَوْمٌ كَجُمُعَةٍ وَسَائِرُ أَيَّامِهِ كَأَيَّامِكُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، فَذَلِكَ الْيَوْمُ الَّذِي كَسَنَةٍ أَتَكْفِيْنَا فِيْهِ صَلاَةُ يَوْمٍ؟ قَالَ: لاَ، اقْدُرُوا لَهُ قَدْرَهُ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا إِسْرَاعُهُ فِي اْلأَرْضِ؟ قَالَ: كَالْغَيْثِ اسْتَدْبَرَتْهُ الرِّيْحُ، فَيَأْتِي عَلَى الْقَوْمِ فَيَدْعُوْهُمْ فَيُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَيَسْتَجِيْبُوْنَ لَهُ فَيَأْمُرُ السَّمَاءَ فَتُمْطِرُ وَاْلأَرْضَ فَتُنْبِتُ

Kami berkata: “Ya Rasulullah, berapa lama masa tinggalnya di atas dunia?” Beliau bersabda: “40 hari. Satu hari bagaikan satu tahun, satu hari bagaikan satu bulan, dan satu hari bagaikan satu minggu dan selain itu harinya sama dengan hari biasa.” Kami mengatakan: “Ya Rasulullah, bagaimana kalau satu hari bagaikan satu tahun, apakah cukup bagi kita untuk melaksanakan shalat satu hari?” Rasulullah bersabda: “Tidak, tetapi ukurlah kadarnya.” Kami berkata: “Ya Rasulullah, bagaimana tentang kecepatannya di muka bumi?” Beliau bersabda: “Bagaikan hujan yang ditiup oleh angin lalu dia mendatangi kaum dan menyerukan mereka sehingga mereka beriman kepadanya dan menerima seruannya. Dia juga memerintahkan langit untuk menurunkan hujan dan kemudian hujan turun; dan memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tanaman maka kemudian tumbuh.”

4. Bersamanya segala perbendaharaan bumi, dan bisa menempuh arah dengan cepat bagaikan hujan yang ditiup oleh angin. Sebagaimana dalil yang disebutkan di atas.

5. Menghidupkan dan mematikan.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dari sahabat Abu Sai’d Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu (no. 2938) berkata:

حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمًا حَدِيْثًا طَوِيْلاً عَنِ الدَّجَّالِ فَكَانَ فِيْمَا حَدَّثَنَا قَالَ: يَأْتِي وَهُوَ مُحَرَّمٌ عَلَيْهِ أَنْ يَدْخُلَ نِقَابَ الْمَدِيْنَةِ فَيَنْتَهِي إِلَى بَعْضِ السِّبَاخِ الَّتِي تَلِي الْمَدِيْنَةَ فَيَخْرُجُ إِلَيْهِ يَوْمَئِذٍ رَجُلٌ هُوَ خَيْرُ النَّاسِ أَوْ مِنْ خَيْرِ النَّاسِ فَيَقُوْلُ لَهُ: أَشْهَدُ أَنَّكَ الدَّجَّالُ الَّذِي حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَدِيْثَهُ. فَيَقُوْلُ الدَّجَّالُ: أَرَأَيْتُمْ إِنْ قَتَلْتُ هَذَا ثُمَّ أَحْيَيْتُهُ أَتَشُكُّوْنَ فِي اْلأَمْرِ؟ فَيَقُوْلُوْنَ: لاَ. قَالَ: فَيَقْتُلُهُ ثُمَّ يُحْيِيْهِ فَيَقُوْلُ حِيْنَ يُحْيِيْهِ: وَاللهِ مَا كُنْتُ فِيْكَ قَطُّ أَشَدَّ بَصِيْرَةً مِنِّي اْلآنَ. قَالَ: فَيُرِيْدُ الدَّجَّالُ أَنْ يَقْتُلَهُ فَلاَ يُسَلَّطُ عَلَيْهِ


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepada kami sebuah hadits yang panjang tentang Dajjal pada suatu hari. Di antara apa yang beliau sampaikan adalah: “Dajjal datang dan dia diharamkan untuk masuk ke kota Madinah, maka dia berakhir di daerah yang tanahnya bergaram yang berada di sekitar Madinah. Maka keluarlah kepadanya seorang yang paling baik dan dia berkata: ‘Aku bersaksi bahwa kamu adalah Dajjal yang telah diceritakan oleh Rasulullah.’ Lalu Dajjal berkata (kepada pengikutnya): ‘Bagaimana jika aku membunuh orang ini kemudian menghidupkannya, apakah kalian masih tetap ragu tentang urusanku?’ Mereka berkata: ‘Tidak.’ Dia pun membunuhnya kemudian menghidupkannya. Orang yang baik itu berkata setelah dihidupkan: ‘Demi Allah, aku semakin yakin tentang dirimu.’ Rasulullah berkata: ‘Lalu Dajjal ingin membunuhnya lagi namun dia tidak sanggup melakukannya’.”
6. Melakukan penipuan dengan mengubah wujud seseorang
Demikianlah beberapa bentuk dari sekian fitnah Dajjal yang sangat dahsyat. Tidak ada seorang pun yang akan selamat melainkan orang-orang yang berusaha menyelamatkan dirinya kemudian dijemput oleh rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dengan rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dia selamat dari fitnah Dajjal yang amat sangat dahsyat.
Bentuk fitnah yang juga diusung oleh Dajjal dalam rangka mencari pengikut adalah fitnah syahwat. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menguji kita dengan sedikit harta benda dunia dan kita berguguran menjadi budak kesesatan. Bisa dibayangkan jika si Dajjal mengusung surga dan neraka, membunuh dan menghidupkan, di tangannya ada perbendaharaan bumi, memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu turun. Dan memerintahkan bumi menumbuhkan tanam-tanaman lalu tumbuh, kemudian menawarkannya kepada kita. Ke manakah kita akan menginjakkan kaki? Apakah menjadi pengikut Dajjal yang di tangannya kenikmatan semu, atau menjadi kekasih Allah Subhanahu wa Ta’ala? Jawabannya ada dalam diri kita masing-masing.


Ucapan Ulama tentang Kejadian Luar Biasa pada Dajjal

Al-Qadhi ‘Iyadh rahimahullahu berkata: “Hadits-hadits ini yang disebutkan oleh Al-Imam Muslim rahimahullahu dan selain beliau tentang kisah Dajjal adalah hujjah bagi ahlul haq tentang kebenarannya. Dia adalah manusia biasa yang dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kemampuan kepadanya berupa hal-hal yang merupakan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala semata, seperti menghidupkan mayat yang dibunuhnya, serta bersamanya ada segala kenikmatan dunia, surga dan neraka, perbendaharaan dunia, dia memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu terjadi dan memerintahkan bumi untuk menumbuhkan lalu terlaksana. Semuanya terjadi dengan kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kehendak-Nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memberikan kepadanya ketidaksanggupan untuk membunuh orang tersebut (setelah dia menghidupkannya) dan selain orang tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga membatilkan urusannya lalu dia dibunuh oleh Nabi ‘Isa ‘alaihissalam dan Allah Subhanahu wa Ta’ala mengokohkan orang-orang yang beriman. Inilah madzhab Ahlus Sunnah dan seluruh ahli hadits serta para fuqaha dan para peneliti. Berbeda dengan orang-orang yang mengingkarinya dan menolak perkaranya, seperti Khawarij, Jahmiyyah, sebagian Mu’tazilah serta selain mereka, yaitu bahwa Dajjal itu benar adanya, namun kejadian-kejadian luar biasa pada diri Dajjal adalah khayalan yang tidak memiliki hakikat. Mereka mengira, jika hal itu benar niscaya tidak ada perbedaan dengan mukjizat yang terjadi pada diri nabi. Cara berfikir seperti ini termasuk kesalahan mereka seluruhnya, karena Dajjal tidak mengaku sebagai nabi dan apa yang terjadi pada dirinya hanya sebatas sebagai bukti bahwa dia Dajjal. Dia justru mengaku sebagai Rabb, meski pada kenyataannya dia berdusta dalam pengakuannya, dari sisi penampilannya sendiri, sesuatu yang baru terjadi, kekurangan dalam hal penciptaan, ketidaksanggupannya untuk menghilangkan kebutaan matanya dan menghilangkan tulisan kafir yang terdapat di antara dua matanya.
Karena bukti-bukti ini dan selainnya pada diri Dajjal, maka tidak tertipu dengannya kecuali orang-orang rendahan. Ini semata-mata untuk menutupi keinginan dan kemiskinan, berharap untuk memenuhi kebutuhan hidup, atau menyelamatkan dirinya, atau takut dari gangguannya, karena fitnahnya yang dahsyat dan membingungkan akal.

Oleh karena itulah, para nabi memperingatkan dari fitnahnya serta menjelaskan tentang kelemahan dan bukti kedustaannya. Adapun orang yang diberikan taufiq oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala mereka tidak akan tertipu dan terpesona dengan apa yang menyertainya dari bukti-bukti yang penuh kedustaan bersamaan dengan apa yang telah dijelaskan tentang keadaannya. Pantaslah orang yang telah dibunuhnya berkata: “Tidak menambahku tentang dirimu kecuali keyakinan.” (Syarah Shahih Muslim 18/58-59 dan Fathul Bari 13/105)

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu berkata: Sesungguhnya Dajjal dijadikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai ujian bagi hamba-hamba-Nya dengan kejadian-kejadian luar biasa yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala melalui tangannya yang bisa disaksikan pada masanya. Dan bagi orang yang memenuhi panggilannya; memerintahkan langit untuk menurunkan hujan lalu turun dan memerintahkan bumi untuk menumbuhkan tanamannya lalu terlaksana yang bisa dimakan oleh binatang-binatang ternak dan dimanfaatkan oleh mereka sendiri kemudian mereka bisa mengambil manfaat dari binatang ternak baik daging ataupun susunya. Dan orang yang tidak memenuhi panggilannya serta menolak seruannya akan ditimpa oleh paceklik penuh kekurangan, binatang-binatang ternak mereka habis mati, kekurangan pada harta benda, jiwa, dan buah-buahan. Bersamanya juga ada perbendaharaan bagaikan mayang kurma dan dia membunuh seseorang lalu menghidupkannya. Ini semua bukan penipuan melainkan hakikat yang nyata yang diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk menguji hamba-hamba-Nya pada akhir zaman nanti. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyesatkan banyak orang dan memberikan hidayah kepada mereka. Orang-orang yang ragu, niscaya mereka akan kafir. Dan akan bertambahlah iman orang-orang yang beriman.” (An-Nihayah/Al-Fitan Wal Malahim 1/121)

Ibnu Hajar rahimahullahu berkata: “Pada diri Dajjal terdapat bukti nyata atas kedustaannya di hadapan orang-orang yang berakal. Karena dia memiliki wujud fisik serta memiliki bukti dari perbuatannya. Bersamaan dengan kekurangan pada dirinya bahwa dia adalah orang yang buta sebelah matanya. Jika dia menyeru manusia untuk mempertuhankannya itu menunjukkan keadaannya yang paling buruk. Bagi orang yang berakal mengetahui bahwa dia tidak mungkin akan bisa menciptakan selainnya, memperbaiki dan memperbagus serta dia tidak sanggup untuk menghilangkan kekurangan (seperti: matanya yang buta, tulisan kafir di dahinya, dll) yang ada pada dirinya. Maka ucapan yang paling ringan untuk dikatakan adalah: ‘Wahai orang yang menyangka bisa menciptakan langit dan bumi, bentuklah dirimu, perbaguslah dan hilangkan sifat kekurangan pada dirimu. Dan jika kamu menyangka bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang baru pada diri Rabb, maka hilangkan apa yang tertulis di antara kedua matamu’.” (Fathul Bari 13/103)

Ibnul ‘Arabi rahimahullahu berkata: “Segala tanda-tanda kebesaran yang terjadi pada tangan Dajjal, dari turunnya hujan serta tanah menjadi subur bagi orang yang memercayainya, dan ketandusan atas orang yang mengingkarinya, dan segala yang bersamanya berupa perbendaharaan bumi, bersamanya surga dan neraka dan air yang mengalir, semuanya merupakan ujian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala agar orang-orang yang ragu menjadi binasa dan orang-orang yang bertakwa menjadi selamat. Semuanya merupakan perkara yang sangat menakutkan. Oleh karena itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada fitnah yang paling besar dari fitnah Dajjal.” (Fathul Bari 13/103)
Demikianlah beberapa ucapan para ulama bahwa kejadian-kejadian luar biasa pada diri Dajjal adalah perkara yang hakiki, bukan khayalan atau sebuah kamuflase. Dan demikianlah keterangan-keterangan nash yang wajib diimani.
Kiat-Kiat Terhindar dari Fitnah Dajjal
Sebagaimana dalam pembahasan di atas sangat jelas bahwa fitnah Dajjal amat sangat berat dan besar sehingga tidaklah heran jika Dajjal memiliki banyak pengikut. Dan pengikut Dajjal yang terbanyak adalah dari kalangan Yahudi, orang ajam (orang-orang non Arab), bangsa Turki, orang-orang A’rabi (orang Badui yang dikuasai kejahilan), dan kaum wanita. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seperti sabda beliau:
يَتْبَعُ الدَّجَّالَ مِنْ يَهُوْدِ أَصْبَهَانَ سَبْعُوْنَ أَلْفًا عَلَيْهِمُ الطَّيَالِسَةُ
Yang akan mengikuti Dajjal adalah Yahudi Ashbahan dan 70.000 dari mereka memakai pakaian yang tebal dan bergaris.” (HR. Muslim no. 5237 dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu)
Dalam riwayat Al-Imam Ahmad rahimahullahu no. 11290 disebutkan: “70.000 dari mereka memakai mahkota.”
Begitu juga dari kaum ‘ajam, telah dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Al-Bukhari (no. 3323) dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Adapun bangsa Turki disebutkan oleh Ibnu Katsir rahimahullahu: “Yang nampak, wallahu ‘alam, yang dimaksud dengan orang-orang Turki adalah para pembela Dajjal.” (An-Nihayah 1/117)
Tentang keadaan orang-orang Badui sebagai pengikut Dajjal terbanyak disebabkan kejahilan menguasai mereka, sebagaimana dalam riwayat Muslim rahimahullahu dari sahabat Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu.
Adapun kebanyakan pengikut mereka dari kaum wanita karena keadaan mereka lebih jelek dari kaum Badui, karena cepatnya mereka terpengaruh dan mereka dikuasai kejahilan, sebagaimana dalam riwayat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullahu dan dishahihkan sanadnya oleh Ahmad Syakir rahimahullahu.
Kalaulah demikian besar fitnahnya dan banyak yang mengikutinya, maka sudah barang tentu kita harus berusaha menyelamatkan diri dari fitnahnya. Dan inilah beberapa kiat untuk menyelamatkan diri dari fitnah-fitnah Dajjal.
Pertama: Berpegang teguh dengan Islam dan bersenjatakan iman serta mengetahui nama-nama Allah Subhanahu wa Ta’ala dan sifat-sifat-Nya yang mulia yang tidak ada seorangpun menyamai-Nya dalam masalah ini. Diketahui bahwa Dajjal adalah manusia biasa yang makan dan minum, dan Maha Suci Allah dari hal itu. Dajjal buta sebelah sementara Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak demikian. Dan tidak ada seorang pun bisa melihat Allah Subhanahu wa Ta’ala sampai mati, sementara Dajjal dilihat ketika keluarnya baik oleh orang-orang kafir atau mukmin.
Kedua: Berlindung dari fitnah Dajjal, terlebih ketika shalat sebagaimana yang banyak diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketiga: Membaca sepuluh ayat dari surat Al-Kahfi baik awal ataupun akhirnya di hadapan Dajjal, sebagaimana yang telah disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Keempat: Lari dari Dajjal dan mencari tempat perlindungan, seperti kota Makkah dan Madinah. Karena keduanya adalah tempat yang tidak akan dimasuki oleh Dajjal, sebagaimana disebutkan dalam riwayat Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-Hakim dari sahabat ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu di dalam kitab Shahih Al-Jami’us Shagir (5/303 no. 6177). Wallahu alam.
1 Tentu jawabnya bukanlah dia yang dimaksud dalam hadits-hadits Dajjal. Karena banyak sifat dan keadaan Dajjal yang tidak ada padanya. Dan tanda-tanda kiamat yang besar itu datang silih berganti dengan cepat sebagaimana disebutkan dalam sebagian hadits. Dan ini belum terjadi pada zaman ini. (ed)
Dikutip dari www.asysyariah.com Penulis : Penulis : Al-Ustadz Abu Usamah Abdurrahman, Judull: Dajjal, Antara Kenyataan dan Kamuflase

TANDA-TANDA KEMUNCULAN IMAM MAHDI

Para ulama membagi Tanda-tanda Akhir Zaman menjadi dua. Ada Tanda-tanda Kecil dan ada Tanda-tanda Besar Akhir Zaman. Tanda-tanda Kecil jumlahnya sangat banyak dan datang terlebih dahulu. Sedangkan Tanda-tanda Besar datang kemudian jumlahnya ada sepuluh. Alhamdulillah, Allah sayang sama umat manusia. Sehingga Allah datangkan
tanda-tanda kecil dalam jumlah banyak sebelum datangnya tanda-tanda besar. Dengan demikian manusia diberi kesempatan cukup lama untuk merenung dan bertaubat sebelum tanda-tanda besar berdatangan.

Banyak pendapat mengatakan bahwa kondisi dunia dewasa ini berada di ambang datangnya tanda-tanda besar Kiamat. Karena di masa kita hidup dewasa ini sudah sedemikian banyak tanda-tanda kecil yang bermunculan. Praktis hampir seluruh tanda-tanda kecil kiamat yang disebutkan oleh Nabishollallahu ’alaih wa sallamsudah muncul semua di zaman kita. Maka kedatangan tanda-tanda besar tersebut hanya masalah waktu. Tanda besar pertama yang bakal datang ialah keluarnya Dajjal. Namun sebagian ulama berpendapat bahwa sebelum munculnya Dajjal harus datang terlebih dahulu Tanda Penghubung antara tanda-tanda kecil kiamat dengan tanda-tanda besarnya. Tanda Penghubung dimaksud ialah diutusnya Imam Mahdi ke muka bumi.

Dalam sebuah hadits Nabishollallahu ’alaih wa sallammengisyaratkan bahwa Imam Mahdi pasti datang di akhir zaman. Ia akan memimpin ummat Islam keluar dari kegelapan kezaliman dan kesewenang-wenangan menuju cahaya keadilan dan kejujuran yang menerangi dunia seluruhnya. Ia akan menghantarkan kita meninggalkan babak keempat era para penguasa diktator yang memaksakan kehendak dan mengabaikan kehendak Allah dan RasulNya dewasa ini menuju babak kelima yaitu tegaknya kembali kekhalifahan Islam yang mengikuti manhaj, sistem atau metode Kenabian.

لَوْ لَمْ يَبْقَ مِنْ الدُّنْيَا إِلَّا يَوْمٌ لَطَوَّلَ اللَّهُ ذَلِكَ الْيَوْمَ حَتَّى يَبْعَثَ فِيهِ

رجل مِنْ أَهْلِ بَيْتِي يُوَاطِئُ اسْمُهُ اسْمِي وَاسْمُ أَبِيهِ اسْمُ أَبِي

يَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ ظُلْمًا وَجَوْرًا

“Andaikan dunia tinggal sehari sungguh Allah akan panjangkan hari tersebut sehingga diutus padanya seorang lelaki dari ahli baitku namanya serupa namaku dan nama ayahnya serupa nama ayahku. Ia akan penuhi bumi dengan kejujuran dan keadilan sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kezaliman dan penganiayaan.” (HR abu Dawud 9435)

Lelaki keturunan Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallamtersebut adalah Imam Mahdi. Ia akan diizinkan Allah untuk merubah keadaan dunia yang penuh kezaliman dan penganiayaan menjadi penuh kejujuran dan keadilan. Subhanallah…! Beliau tentunya tidak akan mengajak ummat Islam berpindah babak melalui perjalanan tenang dan senang laksana melewati taman-taman bunga indah atau melalui meja perundingan dengan penguasa zalim dewasa ini apalagi dengan mengandalkan sekedar ”permainan kotak suara”..! Imam Mahdi akan mengantarkan ummat Islam menuju babak Khilafatun ’ala Minhaj An-Nubuwwah melalui jalan yang telah ditempuh Nabi Muhammadshollallahu ’alaih wa sallamdan para sahabatnya, yaitu melalui al-jihad fi sabilillah.

Imam Mahdi akan berperan sebagai panglima perang ummat Islam di akhir zaman. Beliau akan mengajak ummat Islam untuk memerangi para Mulkan Jabriyyan (Para Penguasa Diktator) yang telah lama bercokol di berbagai negeri-negeri di dunia menjalankan kekuasaan dengan ideologi penghambaan manusia kepada sesama manusia. Bila Allah mengizinkan Imam Mahdi untuk menang dalam berbagai perang yang dipimpinnya, maka pada akhirnya ia akan memimpin dengan pola kepemimpinan berideologi aqidah Tauhid, yaitu penghambaan manusia kepada Allah semata. Banyak ghazawat (perang) akan dipimpin Imam Mahdi. Dan –subhaanallah- Allah akan senantiasa menjanjikan kemenangan baginya.

تَغْزُونَ جَزِيرَةَ الْعَرَبِ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ فَارِسَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ

ثُمَّ تَغْزُونَ الرُّومَ فَيَفْتَحُهَا اللَّهُ ثُمَّ تَغْزُونَ الدَّجَّالَ فَيَفْتَحُهُ اللَّهُ

“Kalian perangi jazirah Arab dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian Persia (Iran), dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Rum, dan Allah beri kalian kemenangan. Kemudian kalian perangi Dajjal,dan Allah beri kalian kemenangan.” (HR Muslim 5161),

Lalu apa sajakah indikasi kedatangan Imam Mahdi? Dalam sebuah hadits Nabishollallahu ’alaih wa sallammemberikan gambaran umum indikasi kedatangan Imam Mahdi. Ia akan diutus ke muka bumi bilamana perselisihan antar-manusia telah menggejala hebat dan banyak gempa-gempa terjadi. Dan kedua fenomena sosial dan fenomena alam ini telah menjadi semarak di berbagai negeri dewasa ini.

أُبَشِّرُكُمْ بِالْمَهْدِيِّ يُبْعَثُ فِي أُمَّتِي عَلَى اخْتِلَافٍ مِنْ النَّاسِ

وَزَلَازِلَ فَيَمْلَأُ الْأَرْضَ قِسْطًا وَعَدْلًا كَمَا مُلِئَتْ جَوْرًا وَظُلْمًا

“Aku kabarkan berita gembira mengenai Al-Mahdi yang diutus Allah ke tengah ummatku ketika banyak terjadi perselisihan antar-manusia dan gempa-gempa. Ia akan penuhi bumi dengan keadilan dan kejujuran sebagaimana sebelumnya dipenuhi dengan kesewenang-wenangan dan kezaliman.” (HR Ahmad 10898).

Hadits berikut ini bahkan memberikan kita gambaran bahwa kedatangan Imam Mahdi akan disertai tiga peristiwa penting. Pertama,perselisihan berkepanjangan sesudah kematianseorang pemimpin. Kedua, dibai’atnya seorang lelaki (Imam Mahdi) secara paksa di depan Ka’bah. Ketiga, terbenamnya pasukan yang ditugaskan untuk menangkap Imam Mahdi dan orang-orang yang berbai’at kepadanya. Allah benamkan seluruh pasukan itu kecuali disisakan satu atau dua orang untuk melaporkan kepada penguasa zalim yang memberikan mereka perintah untuk menangkap Imam Mahdi.

يَكُونُ اخْتِلَافٌ عِنْدَ مَوْتِ خَلِيفَةٍ فَيَخْرُجُ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْمَدِينَةِ هَارِبًا إِلَى مَكَّةَ فَيَأْتِيهِنَاسٌ مِنْ أَهْلِ مَكَّةَ فَيُخْرِجُونَهُ وَهُوَ كَارِهٌ فَيُبَايِعُونَهُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْمَقَامِ

وَيُبْعَثُ إِلَيْهِ بَعْثٌ مِنْ أَهْلِ الشَّامِ فَيُخْسَفُ بِهِمْ بِالْبَيْدَاءِ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ

“Akan terjadi perselisihan setelah wafatnya seorang pemimpin, maka keluarlah seorang lelaki dari penduduk Madinah mencari perlindungan ke Mekkah, lalu datanglah kepada lelaki ini beberapa orang dari penduduk Mekkah, lalu mereka membai’at Imam Mahdi secara paksa, maka ia dibai’at di antara Rukun dengan Maqam Ibrahim (di depan Ka’bah). Kemudian diutuslah sepasukan manusia dari penduduk Syam, maka mereka dibenamkan di sebuah daerah bernama Al-Baida yang berada di antara Mekkah dan Madinah.” (HR Abu Dawud 3737)

Saudaraku, sebagian pengamat tanda-tanda akhir zaman beranggapan bahwa indikasi yang pertama telah terjadi, yaitu perselisihan dan kekacauan yang timbul sesudah wafatnya seorang pemimpin. Siapakah pemimpin yang telah wafat itu? Sebagian berspekulasi bahwa yang dimaksud adalah Saddam Husein. Karena semenjak kematiannya, negeri Irak berada dalam kekacauan berkepanjangan. Wallahua’lam bish-showwab. Bila analisa ini benar berarti dewasa ini kita sudah harus bersiap-siap untuk berlangsungnya pembai’atan paksa Imam Mahdi di depan Ka’bah.

Saudaraku, bila ketiga peristiwa di atas telah terjadi, berarti Ummat Islam di seluruh penjuru dunia menjadi tahu bahwa Imam Mahdi telah datang diutus ke muka bumi. Panglima ummat Islam di Akhir Zaman telah hadir.. . Dan bila ini telah menjadi jelas kitapun terikat dengan pesan Nabishollallahu ’alaih wa sallamsebagai berikut:

فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَبَايِعُوهُ وَلَوْ حَبْوًا عَلَى الثَّلْجِ فَإِنَّهُ خَلِيفَةُ اللَّهِ الْمَهْدِيُّ

“Ketika kalian melihatnya (kehadiran Imam Mahdi), maka berbai’at-lah dengannya walaupun harus merangkak-rangkak di atas salju karena sesungguhnya dia adalah Khalifatullah Al-Mahdi.” (HR Abu Dawud 4074).

Ya Allah, izinkanlah kami bergabung dengan pasukan Imam Mahdi. Ya Allah anugerahkanlah kami rezeki untuk berjihad di jalanMu bersama Imam Mahdi lalu memperoleh salah satu dari dua kebaikan: ’isy kariman (hidup mulia di bawah naungan syariat Allah) atau mut syahidan (mati syahid). Amin…
Oleh: ust.Ihsan Tandjung (Eramuslim)